Senin, 05 Januari 2015

Perbedaan Hukum Privat dan Hukum Publik


 
Menurut isinya hukum dapat dibagi menjadi hukum Privat (Hukum Sipil) dan hukum Publik (Hukum Negara).1 Hukum privat adalah hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain, dengan menitikberatkan pada kepentingan perorangan.2 Dalam arti luas, hukum privat meliputi hukum perdata dan hukum dagang. Sedangkan dalam arti sempit, hukum privat hanya terdiri dari hukum perdata.3
Hukum publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat-alat perlengkapan atau hubungan antara negara dengan warganegaranya.4 Hukum publik terdiri dari:
  1. Hukum tata negara
    Hukum tata negara adalah hukum yang mengatur bentuk dan susunan pemerintah suatu negara serta hubungan kekuasaan antara alat-alat perlengkapan satu sama lain, dan hubungan antara negara (pemerintah pusat) dengan bagian-bagian negara (daerah-daerah swatantra).5
  2. Hukum administrasi negara (hukum tatausaha negara atau hukum tata pemerintahan)
    Hukum administrasi negara adalah hukum yang mengatur mengenai cara-cara menjalankan tugas (hak dan kewajiban) dari kekuasaan alat-alat perlengkapan negara.6
  3. Hukum pidana
    Hukum pidana adalah hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan memberikan pidana kepada siapa yang melanggarnya serta mengatur bagaimana cara-cara mengajukan perkara-perkara ke muka pengadilan.7
  4. Hukum internasional terdiri dari:8
    • Hukum perdata internasional, adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara warganegara-warganegara suatu negara dengan warganegara-warganegara dari negara lain dalam hubungan internasional.
    • Hukum publik internasional (hukum antar negara), adalah hukum yang mengatur hubungan antara negara yang satu dengan negara-negara yang lain dalam hubungan internasional.
Referensi:
  1. C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Balai Pustaka, 2002, hlm. 46.
  2. Ibid.
  3. Ibid
  4. Ibid
  5. Ibid.
  6. Ibid, Hlm.47.
  7. Ibid, Hlm. 47.
  8. Ibid, Hlm. 47.
BACA SELENGKAPNYA »»  

Pengabdian Pekarangan (Servituut)


Pengabdian pekarangan merupakan satu dari berbagai jenis hak kebendaan. Mengenai pengabdian pekarangan diatur dalam Pasal 674 – Pasal 710 Burgerlijk Wetboek (Kutab Undang-Undang Hukum Perdata, disingkat KUH Perdata). Pasal 674 KUH Perdata menentukan bahwa pengabdian pekarangan adalah suatu beban yang diberikan kepada pekarangan milik orang yang satu, untuk digunakan bagi dan demi kemanfaatan pekarangan milik orang yang lain.
Dapat dikatakan bahwa pengabdian pekarangan adalah suatu beban yang diletakkan di atas suatu pekarangan untuk keperluan pekarangan lain.1 Pasal 675 KUH Perdata menentukan kewajiban yang muncul dari adanya pengabdian pekarangan adalah berupa kewajiban untuk membiarkan sesuatu atau akan tidak berbuat sesuatu.
Pasal 677 KUH Perdata membedakan pengabdian pekarangan menjadi pengabdian pekarangan yang abadi dan yang tidak abadi. Pengabdian pekarangan abadi terjadi apabila penggunaannya berlangsung atau dapat dilangsungkan terus menerus, dengan tidak memerlukan suatu perbuatan manusia. Misalnya hak mengalirkan air, hak mengenai selokan, hak atas pemandangan keluar, dan lain-lain. Sedangkan pengabdian pekarangan tidak abadi terjadi apabila penggunaannya memerlukan keterlibatan manusia, misalnya hak melintas pekarangan, hak mengambil air, hak menggembala ternak, dan lain-lain.
Selain itu, pengabdian pekarangan juga dapat dibedakan menjadi pengabdian pekarangan yang tampak dan yang tidak tampak. Disebut pengabdian pekarangan tampak apabila ditandai dengan suatu perbuatan manusia, misalnya sebuah pintu, jendela, pipa air, dan lain-lain. Sedangkan pengabdian pekarangan yang tidak tampak apabila tidak terdapat suatu barang yang menandainya, misalnya larangan untuk mendirikan bangunan di sebuah pekarangan atau larangan untuk mendirikan bangunan lebih tinggi dari seuatu ketinggian tertentu.
Menurut C.S.T. Kansil, suatu pengabdian pekarangan atau servituut adalah sah apabila memenuhi syarat-syarat berikut:2
  1. Harus ada dua halaman yang letaknya saling berdekatan, dibangun atau tidak dibangun dan yang dimiliki oleh berbagai pihak.
  2. Kemanfaatan dari hak pekarangan itu harus dapat dinikmati atau dapat berguna bagi berbagai pihak yang memiliki halaman tadi.
  3. Hak pekarangan harus bertujuan untuk meninggalkan kemanfaatan dari halaman penguasa.
  4. Beban yang diberatkan itu harus senantiasa bersifat menanggung sesuatu.
  5. Kewajiban-kewajiban yang timbul dalam hak pekarangan itu hanya dapat ada dalam hal membolehkan sesuatu, atau tidak membolehkan sesuatu.
Menurut Pasal 695 KUH Perdata, ada dua hal yang menjadi penyebab lahirnya pengabdian pekarangan, yaitu karena suatu perbuatan perdata dan karena daluwarsa. Sedangkan cara berakhirnya suatu pengabdian pekarangan adalah:
  1. Pekarangan pemberi beban dan penerima beban menjadi milik saatu orang.
  2. Selama tiga puluh tahun berturut-turut tidak pernah digunakan.
Referensi:
  1. P.N.H. Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, Jakarta: Djambatan, 2009, Hlm. 222.
  2. Ibid., Hlm. 222-223.
BACA SELENGKAPNYA »»  

Macam-macam hak kebendaan

Hak kebendaan diatur dalam Buku II Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, disingkat KUH Perdata). Namun dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), ketentuan yang terdapat di Buku II KUH Perdata yang berkaitan dengan bumi, air dan segala kekayaan alam yang ada di dalamnya kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hipotik dicabut. Dengan mengingat berlakunya UUPA, secara umum hak kebendaan dibedakan menjadi:1
  1. Hak kebendaan yang bersifat memberi kenikmatan (zakelijk genotsrecht), meliputi:
    • Hak kebendaan yang memberikan kenikmatan atas bendanya sendiri, misalnya hak eigendom dan hak bezit.
    • Hak kebendaan yang memberikan kenikmatan atas benda orang lain, misalnya hak pakai dan hak mendiami.
  2. Hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan (zakelijk zakerheidsrecht), misalnya gadai dan hipotik.
Berbagai macam hak kebendaan yang diatur dalam Buku II KUH Perdata dan UUPA antara lain:2
  1. Hak bezit (kedudukan berkuasa)
  2. Hak eigendom (hak milik)
  3. Hak servituut (hak pekarangan)
  4. Hak opstal (hak numpang karang)
  5. Hak erfpacht (hak guna usaha)
  6. Hak vruchtgebruik (hak pakai hasil)
  7. Hak gadai
  8. Hak hipotik
  9. Hak istimewa (privilege)
  10. Hak reklame
  11. Hak retentie
  12. Hak kebendaan dalam UUPA
  13. Hak tanggungan
Referensi:
  1. P.N.H. Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, Jakarta: Djambatan, 2009, Hlm. 212.
  2. Ibid., Hlm. 212-240.

BACA SELENGKAPNYA »»  
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...