Qalbu
atau hati adalah merupakan sarana untuk ma’rifah (mengenal) Allah dan
bukan anggota badan yang lain. Dengan hati manusia mendekati (taqarrub)
kepada Allah, dan dengan hati pula manusia mengenal Allah.
Sebaliknya
anggota badan hanyalah sekedar pengikut, pelayan dan alat yang di
gunakan oleh hati. Ia di pakainya laksana penilik memakai budaknya,
pemimpin menerima layanan rakyatnya, dan pekerja bagi perabotnya.
Manakala
manusia itu selamat sejahtera dari selain Allah, maka hatilah yang di
terima di sisi-Nya. Hati akan memperoleh kemenangan dan kebahjagiaan,
apabila ia mau dan mampu mensucikan dirinya. Sebaliknya, ia akan
terhijab (terhalang, terdinding) dari Allah, manakala tergiur, atau
tenggelam pada selain dari-Nya. Lebih-lebih ia akan memperoleh
kekecewaan dan kesengsaraan, manakala hatinya kotor dan rusak.
Apabila
manusia telah mengenal hatinya, maka berarti manusia itu mengenal
dirinya. Konklusinya, bila hati tidak di kenal manusia, maka manusia
tidak mengenal dirinya. Begitu pula, apabila manusia tidak mengenal
dirinya, maka ia tidak akan mengenal akan Tuhannya. Dan barangsiapa
tidak mengenal hatinya, maka ia lebih tidak mengenal lagi akan lainnya,
karena kebanyakan manusia, tidak mengetahui hatinya dan dirinya sendiri.
Orang
tidak mengenal hatinya untuk bermuraqabah, menjaga dan mengintip apa
yang tampak dari dan dalam gudang alam malakut, maka orang tersebut
termasuk dalam golongan sebagaimana di firmankan Allah dalam Al-qur’an:
Artinya: “Mereka yang telah melupakan Allah, lalu Allah melupakan mereka kepada dirinya sendiri. Itulah orang-orang yang fasiq.”
Mengenal hati, hakekat dan sifat-sifatnya itu adalah pokok agama dan merupakan sendi bagi orang-orang yang sedang menekuni jalan menuju Allah (salik).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan komentar...