Penarikan atau pemungutan pajak adalah suatu fungsi
yang harus dilaksanakan oleh negara sebagai suatu fungsi essensial.
Tanpa pemungutan pajak sudah bisa dipastikan bahwa keuangan negara
akan lumpuh terlebih-lebih bagi negara yang sedang membangun seperti
Indonesia. Sebab pajak merupakan pemasukan yang utama bagi negara
disamping pemasukan-pemasukan dari sektor lainnya seperti : devisa
sebagai hasil ekspor negara, laba dari perusahaan negara, kredit dari
luar negeri, pencetakan uang oleh pemerintah melalui bank sentral,
uang administrasi, denda, dan lain sebagainya.
Hal ini sebagaimana yang telah diamanatkan dalam
Undang-Undang Dasar 1945, bahwa pajak merupakan pungutan yang bersifat
politis dan strategis. Bersifat politis karena pemungutan pajak
adalah perintah konstitusi, dan bersifat srategis karena pajak
merupakan tumpuan utama bagi negara dalam membiayai kegiatan
pemerintahan dan pembiayaan bagi kelangsungan pembangunan baik untuk
masa sekarang maupun bagi masa yang akan datang seperti yang telah
dikemukakan sebelumnya. Untuk itu perlu adanya pemahaman dari anggota
masyarakat khususnya bagi wajib pajak mengenai seluk-beluk perpajakan
yang begitu kompleks dan rumit.
Adanya berbagai undang-undang maupun peraturan yang
telah dikeluarkan untuk mengatur perpajakan di negara kita tetap saja
tidak dapat mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan seperti
banyaknya Wajib Pajak yang enggan melaksanakan kewajibannya sehingga
timbul tunggakan pajak yang tidak sedikit jumlahnya dan hal tersebut
mengakibatkan kerugian bagi negara. Hal ini dapat terjadi dalam
masyarakat kita sekarang karena disebabkan oleh banyak faktor, salah
satunya adalah karena Wajib Pajak dengan itikad buruk sengaja melalaikan
kewajibannya untuk membayar pajak.
Pada tahun 2000 pemerintah bersama dengan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengeluarkan UU No.19 Tahun 2000
mengenai perubahan atas UU No.19 tahun 1997 yakni tentang penagihan
pajak dengan surat paksa, yang kemudian dipertegas dengan
dikeluarkannya Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia (PERMA-RI)
No.1 Tahun 2000 tentang Lembaga Paksa Badan, dimana dalam hal Wajib
Pajak yang melalaikan kewajibannya sehingga mengakibatkan tunggakan
pajak yang menimbulkan kerugian bagi negara maka sebagai upaya
terakhir dari penagihan pajak yaitu dengan memberlakukan penyanderaan
terhadap Wajib Pajak sebagaimana yang terdapat dalam UU No.19 Tahun
2000.
Walaupun pada prakteknya penerapan lembaga
penyanderaan (Gijzeling) ini tentu saja hanya akan dilaksanakan secara
sangat selektif dan hati -hati. Melihat pentingnya lembaga
penyanderaan ini tetap dipertahankan, maka ditindaklanjuti dengan
dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) No.137 Tahun 2000 tentang
Tempat dan Tata Cara Penyanderaan, Rehabilitasi Nama Baik Penanggung
Pajak dan Pemberian Ganti Rugi dalam rangka Penagihan Pajak dengan
Surat Paksa. Secara psikologis dengan tetap dipertahankannya lembaga
penyanderaan ini dalam proses penagihan pajak tidak lain dimaksudkan
untuk membuat penanggung pajak menjadi malu jika sampai terkena
sandera hanya karena menunggak pajak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan komentar...