Rabu, 26 Desember 2012

Definisi akal

Ini juga bisa diartikan menjadi bermacam-macam yang telah kami sebutkan pada “Kitab Ilmu.” Yang menyangkut dengan maksud kami dari jumlah pengertiannya, ialah dua pengertian:

Pengertian pertama, kadangkala ditujukan dan dimaksudkan dengan akal itu: pengetahuan tentang hakekat segala keadaan. Maka akal itu, ialah ibarat dari sifat-sifat ilmu, yang tempatnya terdapat dalam hati. Pengertian yang kedua ialah: yang memperoleh pengetahuan itu. Itu adalah “hati”, yakni yang halus itu.

Kita mengetahui, bahwa tiap-tiap orang yang berilmu, maka ia memiliki wujud pada dirinya, yaitu: pokok yang berdiri dengan sendirinya. Ilmu adalah suatu sifat yang bertempat padanya. Ia (sifat) bukanlah benda yang disifatkan. Seringkali akal itu diartikan: sifat orang yang berilmu. Kadang-kadang pula: tempat pengetahuan, yakni: yang mengetahui barangkali inilah yang dimaksud dengan sabda Nabi Muhammad saw:

“Awwalu maa khalaqallaahul ‘aqlu.”

Artinya: “Yang pertama dijadikan oleh Allah adalah akal.”

Sesungguhnya ilmu itu ialah sifat (‘Aradl), yang tidak tergambar bahwa dia itu adalah makhluq yang pertama. Akan tetapi, tidak boleh tidak, bahwa tempat itu yang dijadikan sebelum ilmu atau bersama ilmu. Karena itu tidak mungkin ditujukan perkataan kepada ilmu. Dalam salah satu riwayat, Allah Ta’ala berfirman kepada akal: “Menghadaplah!” lalu ia menghadap. Kemudia Allah berfirman kepada akal: “Membelakanglah!” lalu ia membelakang.....(al-hadits).

Jadi, sesungguhnya telah terbuka bagi kita, bahwa pengertian nama-nama tersebut itu ada. Yaitu hati jismani (hati yang berbentuk jisim), roh jismani (berbentuk jisim) nafsu syahwat dan ilmu.

Inilah empat pengertian yang ditujukan empat “kata.” Dan pengertian kelima, yaitu: yang halus dari manusia, yang mengetahui dan merasa. Dari perkataan yang empat itu keseluruhannya, banyak sekali yang datang pemakaiannya pada yang halus itu.

Jadi perkataan empat mengandung lima pengertian. Tiap-tiap perkataan, ditujukan kepada dua pengertian. Kebanyakan ‘ulama telah meragukan mereka, perbedaan kata tersebut dan kebiasaan pemakainya. Karena itu Anda akan melihat mereka, mengemukakan tentang goresan-goresan hati (al khawathir).

Mereka lalu mengatakan: ini goresan akal, ini goresan jiwa, ini goresan hati, dan ini goresan nafsu (diri). Orang yang memperhatikan, tidak akan tahu perbedaan-pengertian nama-nama itu. Guna menyingkap tabir dari yang demikian itu, maka kami telah mendahulukan dalam menguraikan nama-nama tersebut.

Bila perkataan qalbu (hati) tersebut didalam Al Qur’an dan Sunnah, maka yang dimaksudkan ialah pengertian yang dipahami dari manusia dan yang mengetahui akan hakekat sesuatu. Kadang-kadang dengan bahasa sindiran (kinayah), disebutkan hati itu, akan tetapi yang didalam dada, karena di antara yang halus itu dan antara jisim hati, ada kaitan khusus. Dan yang halus itu, walaupun ada sangkut pautnya dengan seluruh tubuh dan dipakai untuk seluruh tubuh, akan tetapi ia bersangkutan dengan tubuh itu, dengan perantara hati.
                           

Oleh karena itu, yang pertama sangkutannya dengan hati. Seakan-akan hati itu merupakan tempatnya dari yang halus (lathif) tersebut, baik kerajaannya, alamnya dan binatang kendaraannya. Karena itu, maka Sahl At Tusturi menyerupai hati dengan ‘Arasy dan dada dengan Kursy. Ia mengatakan: hati itu ialah ‘Arasy, sedang dada itu ialah Kursy. Tak seorang pun menyangka, bila ia berpendapat , bahwa itu ‘arasy Allah dan Kursy-Nya, karena demikian adalah mustahil.

Ia bermaksud bahwa hati itu kerajaan-Nya serta saluran pertama untuk mengatur dan memperlakukannya. Maka keduanya (hati dan dada) dibandingkan kepada manusia, adalah ibarat ‘Arasy dan Kursy dibandingkan kepada Allah Ta’ala. Penggambaran semacam ini tidaklah lurus, kecuali ditinjau dari beberapa segi. Uraian ini tidak relevant dengan tujuan kita sekarang. Maka dari itu hendaklah kita lampaui saja.

(Sumber: Al-Ghazali Dalam Kitab Rahasia Keajaiban Hati).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan komentar...

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...