Senin, 05 Januari 2015

Pengabdian Pekarangan (Servituut)


Pengabdian pekarangan merupakan satu dari berbagai jenis hak kebendaan. Mengenai pengabdian pekarangan diatur dalam Pasal 674 – Pasal 710 Burgerlijk Wetboek (Kutab Undang-Undang Hukum Perdata, disingkat KUH Perdata). Pasal 674 KUH Perdata menentukan bahwa pengabdian pekarangan adalah suatu beban yang diberikan kepada pekarangan milik orang yang satu, untuk digunakan bagi dan demi kemanfaatan pekarangan milik orang yang lain.
Dapat dikatakan bahwa pengabdian pekarangan adalah suatu beban yang diletakkan di atas suatu pekarangan untuk keperluan pekarangan lain.1 Pasal 675 KUH Perdata menentukan kewajiban yang muncul dari adanya pengabdian pekarangan adalah berupa kewajiban untuk membiarkan sesuatu atau akan tidak berbuat sesuatu.
Pasal 677 KUH Perdata membedakan pengabdian pekarangan menjadi pengabdian pekarangan yang abadi dan yang tidak abadi. Pengabdian pekarangan abadi terjadi apabila penggunaannya berlangsung atau dapat dilangsungkan terus menerus, dengan tidak memerlukan suatu perbuatan manusia. Misalnya hak mengalirkan air, hak mengenai selokan, hak atas pemandangan keluar, dan lain-lain. Sedangkan pengabdian pekarangan tidak abadi terjadi apabila penggunaannya memerlukan keterlibatan manusia, misalnya hak melintas pekarangan, hak mengambil air, hak menggembala ternak, dan lain-lain.
Selain itu, pengabdian pekarangan juga dapat dibedakan menjadi pengabdian pekarangan yang tampak dan yang tidak tampak. Disebut pengabdian pekarangan tampak apabila ditandai dengan suatu perbuatan manusia, misalnya sebuah pintu, jendela, pipa air, dan lain-lain. Sedangkan pengabdian pekarangan yang tidak tampak apabila tidak terdapat suatu barang yang menandainya, misalnya larangan untuk mendirikan bangunan di sebuah pekarangan atau larangan untuk mendirikan bangunan lebih tinggi dari seuatu ketinggian tertentu.
Menurut C.S.T. Kansil, suatu pengabdian pekarangan atau servituut adalah sah apabila memenuhi syarat-syarat berikut:2
  1. Harus ada dua halaman yang letaknya saling berdekatan, dibangun atau tidak dibangun dan yang dimiliki oleh berbagai pihak.
  2. Kemanfaatan dari hak pekarangan itu harus dapat dinikmati atau dapat berguna bagi berbagai pihak yang memiliki halaman tadi.
  3. Hak pekarangan harus bertujuan untuk meninggalkan kemanfaatan dari halaman penguasa.
  4. Beban yang diberatkan itu harus senantiasa bersifat menanggung sesuatu.
  5. Kewajiban-kewajiban yang timbul dalam hak pekarangan itu hanya dapat ada dalam hal membolehkan sesuatu, atau tidak membolehkan sesuatu.
Menurut Pasal 695 KUH Perdata, ada dua hal yang menjadi penyebab lahirnya pengabdian pekarangan, yaitu karena suatu perbuatan perdata dan karena daluwarsa. Sedangkan cara berakhirnya suatu pengabdian pekarangan adalah:
  1. Pekarangan pemberi beban dan penerima beban menjadi milik saatu orang.
  2. Selama tiga puluh tahun berturut-turut tidak pernah digunakan.
Referensi:
  1. P.N.H. Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, Jakarta: Djambatan, 2009, Hlm. 222.
  2. Ibid., Hlm. 222-223.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan komentar...

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...